Ramadan pun berakhir juga. Hari kemenangan Idul Fitri sudah siap menyambut, hari bahagia bagi yang melaksanakan ibadah puasa selama bulan ini. Silaturahmi, saling bermaaf-maafan siap disebarkan seluas dunia.
Tradisi silaturahmi tidak semata milik bangsa Indonesia. Di sejumlah negara Arab, tradisi berkumpul dan saling mengucap maaf juga dilakukan di antara keluarga dan kerabat.
Seperti apa suasana lebaran di negara-negara Arab? Dikutip dari Arab News, setelah mengikuti ibadah Al-Mashhad atau salat Id di masjid-masjid besar terdekat, mereka biasanya berkumpul di rumah keluarga tertua untuk bersilaturahmi. Mereka juga memiliki tradisi silaturahmi dengan tetangga dan sejumlah kerabat seraya mengucap rangkaian selamat Idul Fitri.
Selama pekan silaturahmi Lebaran, semua pintu rumah biasanya sengaja tak dikunci untuk memudahkan kerabat, tetangga atau keluarga yang hendak bertandang. Mereka juga menyiapkan satu meja lengkap dengan kertas dan pena di dekat pintu untuk menyambut tamu yang tak bisa bertemu tuan rumah.
Jika saat berkunjung tak ada orang di dalam rumah, mereka akan menaruh bingkisan seperti sekotak permen, kue, atau satu set parfum di atas meja yang telah disiapkan. Lalu mencatat pesan Idul Fitri di kertas yang telah disediakan.
Bagi-bagi uang
Tradisi memberi uang – atau angpao dalam tradisi Tionghoa, juga dilakukan warga Arab. Di sini disebut Eidiyah.
“Kami memberi anak-anak mainan atau uang sebagai ucapan terima kasih karena sudah puasa selama Ramadan, dan mendorong mereka agar mau puasa lagi tahun depan dan di masa datang,” ujar Barazanji, salah satu warga Arab Saudi.
Tradisi Eidiyah itu juga terpelihara di banyak negara dengan nama yang berbeda-beda. Di Malaysia disebut sebagai Duit Raya. Amplop duit raya tersedia dalam berbagai warna dan desain. Paket itu bisa didapatkan dengan mudah dari bank, toko, pasar swalayan, dan tempat-tempat komersil lain.
Di Jazirah Arab, selain penampilan tubuh, mereka juga memiliki tradisi mempercantik rumah sekaligus menyemprot rumah dengan parfum lokal ‘Oud’ atau Bakhoor, semacam batu bata beraroma atau woodchips yang dibakar seperti dupa, khusus untuk parfum rumah.
Jika di Indonesia ada ketupat dan opor ayam, negara-negara Arab juga punya menu khas yang sepertinya sudah menjadi menu wajib pada setiap Idul Fitri. Menu khas itu antara lain debyaza, semacam puding aprikot; halawa Turki, puding tradisional Turki; dan ta’teema, penganan khas dengan pilihan keju, mentega, selai dan telur matang.
Beberapa makanan itu biasanya disiapkan sejak tiga hari menjelang Lebaran. Debyaza dan halawa Turki membutuhkan waktu pengolahan cukup lama karena ada proses pendinginan untuk menciptakan rasa manis dan kental. “Makanan ini biasanya disimpan di kulkas sampai Lebaran tiba,” ujar Hanan Mohammed, 47, seorang ibu rumah tangga di Arab.
Tradisi baru: kudapan cokelat
Generasi muda di Arab belakangan ini mulai mulai memasukkan kudapan cokelat dalam sajian Lebaran untuk menjamu tamu.
“Ini tradisi baru karena anak-anak jaman sekarang umumnya tidak suka permen biasa, jadi kami mulai menawarkan cokelat untuk semua orang,” kata Aminah Sadeg, seorang ibu rumah tangga berusia 70 tahun. “Setiap rumah biasanya memiliki berbagai macam piring atau keranjang berisi berbagai jenis cokelat.”
Lamian di Cina hingga tarian dan adu telur
Semarak Idul Fitri tak hanya terasa di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Tengok saja di China yang membangun tradisi unik dengan akulturasi Islam dan budaya China yang kental. Di tengah pesta santap dan tarian, mereka menyelipkan upacara khusus untuk mengenang penduduk muslim pada masa Dinasti Qing.
Di China ada menu unik Lebaran yaitu lamian atau mi buatan tangan yang biasanya disajikan dalam sup daging sapi atau domba aneka rasa. Melambangkan panjang umur, lamian menjadi salah satu menu wajib dalam acara-acara spesial di China, termasuk Idul Fitri bagi yang merayakan. Menu lain yang tak kalah populer adalah Chuanr atau kebab.
Sejumlah tradisi unik juga mencipta kemeriahan Idul Fitri di kawasan Asia Selatan. Di Afghanistan, ada kebiasaan adu telur untuk menyambut Hari Kemenangan. Cara memainkannya: dua peserta saling berhadapan dengan telur di tangan. Jika keduanya telah siap, telur akan saling dihantamkan. Peserta yang telurnya lebih dulu hancur dianggap kalah.
Sementara di Pakistan, India dan Bangladesh, kemeriahan justru terpusat pada malam menjelang Lebaran. Bersama karib dan kerabat, mereka berkumpul di lahan terbuka demi menyaksikan munculnya bulan baru. Ketika bulan terlihat, mereka serta-merta akan mengucap ‘Chaand Raat Mubarak’, yang artinya kira-kira ‘Selamat Malam Rembulan yang penuh keberkahan’ atau ‘Id Mubarak’.
Kemeriahan yang populer dengan sebutan ‘Malam Rembulan’ itu tak lepas dari aksi para perempuan dewasa dan gadis-gadis yang menghiasi tangan mereka dengan daun inai atau yang biasa kita sebut dengan ‘pacar’. Berhias cahaya aneka warna, toko-toko pun buka hingga nyaris dini hari karena menjadi kesempatan terakhir bagi orang-orang untuk belanja terakhir keperluan Lebaran.