Pernahkah Anda menggunakan istilah “budak korporat” untuk mendeskripsikan diri sendiri? Istilah ini sering dipakai untuk merujuk seorang pegawai kantoran, umumnya dalam perusahaan berskala besar, untuk candaan sinis atau memberi kesan rendah hati. Walau begitu, bagi beberapa individu, kadang kala kata “budak” dalam istilah “budak korporat” benar-benar mengandung makna yang sebenarnya.
Dalam kondisi ideal, status kepegawaian adalah hasil persetujuan dan kerja sama antara perusahaan dan pegawai dengan tujuan saling menguntungkan masing-masing pihak. Namun tidak jarang ditemui sistem yang timpang, sehingga pegawai benar-benar tidak lebih sekedar budak yang berpakaian necis. Mungkin Anda sendiri salah satunya. Cek tanda-tandanya di bawah ini.
1. Gaji jauh dari ideal
Sayangnya fenomena gaji rendah itu sangat lazim di banyak perusahaan ternama, terlebih untuk pegawai baru dari kalangan lulusan baru. Tentu saja, biasanya akan ada perbaikan seiring waktu dan peningkatan performa kerja, tapi ada saja kemungkinan gaji tersebut jauh dari standar dibanding beban kerja dan standar di pasaran tenaga kerja.
Ada lagi yang lebih miris: pegawai yang gajinya masih di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Upah minimum diformulasikan agar penerima gaji dapat hidup layak dan manusiawi. Jika kebutuhan mendasar saja sulit dipenuhi dengan gaji yang diberikan perusahaan, Anda kira-kira bisa menebak bagaimana nilai pegawainya di mata pihak manajemen perusahaan.
2. Dipersulit saat meminta cuti
Workaholic menjadi fitur yang dibanggakan di perusahaan dan Anda dianggap sebagai properti perusahaan yang sebaiknya tidak memiliki kehidupan yang bisa mengganggu pekerjaan Anda. Karena itu, jika Anda berusaha mengambil cuti, apalagi cuti sakit atau cuti karena alasan pribadi, Anda akan dipersulit dan dicap sebagai pegawai yang kurang profesional.
3. Jadwal kerja tidak masuk akal
Namanya saja kerja 9 to 5, namun kenyataannya, Anda sering dituntut untuk lembur yang mungkin juga tidak mendapat upah. Menurut Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selain harus melalui persetujuan antar perusahaan dan pegawai terlebih dulu, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Selain kurang familiar dengan hak-hak seputar jam kerja, kadang kala pegawai malah dihadapkan dengan ancaman promosi yang tertunda atau malah dipecat, sehingga sering bekerja melebihi waktu normal.
4. Anda takut pada atasan
Tidak semua atasan yang galak adalah atasan yang abusive. Sering kali atasan akan menuntut pegawainya untuk memenuhi standar dan jika tidak tercapai, mereka mungkin akan marah agar hal tersebut tidak terulangi lagi. Atasan yang abusive akan membuat Anda takut padanya, sang sosok bos, alih-alih pada kegagalan. Beliau menciptakan suasana kerja sedemikian rupa hingga para pegawai selalu khawatir dan paranoid akan melakukan kesalahan. Atasan ini tidak akan ragu untuk memanipulasi, memaki, dan menghina pegawainya.
Tanda-tanda di atas adalah beberapa sinyal negatif, namun semua kembali pada Anda: Jika Anda bahagia di tempat kerja saat ini atau Anda mendapatkan sesuatu yang Anda anggap berharga dari pekerjaan ini, apakah Anda masih menganggap diri sendiri sebagai seorang budak? Mungkin tidak, dan tidak ada orang yang bisa mendiktekan bagaimana Anda seharusnya hidup dan bekerja selain diri Anda sendiri.
Walau begitu, jika dalam hati Anda tahu benar bahwa Anda tidak bahagia, mengapa tidak membebaskan diri dan memenuhi potensi Anda di naungan lingkungan kerja yang lebih baik?