Semarang, memang salah satu kota yang menyimpan banyak sejarah peradaban. Salah satunya peradaban Islam yang masuk lewat jalur perdagangan dapat Anda temukan peninggalannya di kawasan Pecinan, Semarang. Kawasan Pecinan Semarang tak hanya tempat berkumpulnya para pedagang, tapi juga sejarahnya kota Semarang.
Di sisi kawasan tersebut terdapat pemukiman masyarakat keturunan Koja dan Gujarat. Keduanya merupakan pedagang Islam dari kawasan India dan Pakistan. Mereka menyebarkan Islam lewat jalur perdagangan, dan membangun Masjid Jami Pekojan, yang kini menjadi salah satu masjid tertua di Semarang.
Lokasi Masjid Jami Pekojan terletak di Jalan Petolongan nomor satu, Kampung Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, lokasinya di sekitar kawasan Pecinan Semarang. Sekitar setengah jam dari Bandara Ahmad Yani atau 15 menit dari Stasiun Besar Tawang ke arah Jalan MT Haryono, yang terkenal dengan Jalan Mataram.
Di jalan tak terlalu besar dengan lebar tiga meter itu berdiri masjid sederhana yang menyimpan sejarah panjang. Tak kurang dari 150 tahun masjid ini telah kokoh berdiri. Di sekitarnya masih tampak masyarakat berparas Pakistan-India yang merupakan keturunan Gujarat dan Koja.
Memasuki masjid ini Anda akan disambut menara kokoh setinggi 18 meter, di sisi kiri terdapat banyak makam para penyiar Islam yang sempat mengurus masjid ini.
Nama masjid ini ya diambil dari nama daerah Pekojan, dari kata ‘Kojo’ atau ‘Koja’, sebuah etnis dari Pakistan yang berbaur nikah dengan pribumi
Bangunan masjid ini terdiri dari bangunan utama, berukuran sekitar 10 meter persegi yang merupakan bangunan awal. Selain itu terdapat beberapa kompleks makam, teras yang merupakan perluasan bangunan ketika renovasi, dan bangunan sekolah tempat pendidikan Islam.
Ratusan tahun lalu sebuah keluarga saudagar Gujarat yang berdagang bernama Akwan, mendirikan masjid ini untuk ibadah para pedagang Muslim. Dahulu hanya bangunan tengah, yang merupakan bangunan induk. Sedangkan saat ini sudah 3.300 meter persegi, karena perluasan dan renovasi.
Berbicara bangunan tua, yang tersirat ialah bagian-bagian mana saja yang masih asli tanpa sentuhan renovasi?
Barang pertama ialah mimbar masjid, tempat khotbah telah berusia ratusan tahun lengkap dengan tongkatnya. Tongkat berkepala burung tersebut terbuat dari kuningan, dan di dalamnya jika dicabut terdapat pisau panjang. Menurutnya itu berguna saat zaman penjajahan dahulu, sebagai alat melawan penjajah.
Di bagian inti bangunan, terdapat empat tiang tanpa sambungan yang berdiri kokoh. Tiang-tiang tersebut pun merupakan tiang asli yang sejak ratusan tahun masih kuat menopang masjid tersebut. Tiang ini masih asli, tanpa sambungan dengan panjang delapan meter. Bahannya dari jati tua, jadi masih kokoh ratusan tahun.
Berbeda dengan masjid Indonesia pada umumnya, ornamen ukiran khas Pakistan dan India kental menghiasi dekorasi dalam masjid. Di salah satu temboknya pun terukir nama-nama saudagar Akwan yang membangun masjid.
Selain itu puluhan makam yang masih terawat di beberapa sisi bangunan pun merupakan makam asli, yang tidak direlokasi. Pada tahun 1990-an sekitar kawasan masjid penuh dengan makam masyarakat keturunan Gujarat.
Namun semenjak ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya tahun 1992, puluhan makam direlokasi ke makam Bergota Semarang. Kini menyisakan makam asli para ulama besar penyiar Agama Islam di kawasan tersebut.
Beberapa ulama bahkan meninggal karena peperangan melawan kolonial Belanda dan Jepang. Salah satunya pejuang perempuan Syarifah Fatimah yang meninggal bersama salah satu santrinya.
Di sisi kanan dan kiri terdapat pohon besar nan lebat. Ternyata pohon tersebut merupakan pohon bidara, yang dibawa langsung dari Timur Tengah sebagai obat herbal. Sampai sekarang tanaman itu rutin untuk obat berbagai macam penyakit, selain itu juga untuk mencuci jenazah agar tidak keluar bau.
Sedangkan buahnya persis seperti apel, bisa dimakan. Tak hanya masyarakat sekitar yang menggunakannya sebagai obat, sering kali orang dari luar Semarang datang untuk meminta daun tanaman tersebut.
Keseluruhan kondisi bangunan pun dapat dikatakan terawat dengan baik. Selain salah satunya yang tertua di Semarang, masjid ini pun terkenal dengan hidangan khas buka puasanya yaitu Bubur India.
Kini masyarakat, tokoh masyarakat, hingga kalangan artis pun kerap berkunjung dan memberikan donasi untuk perawatan bangunan cagar budaya yang menyimpan banyak pelajaran tersebut.