Sukarno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di rumahnya, Jl Pegangsaan Timur No. 46, Jakarta. Mohammad Hatta mendampingi. Sukarno “dibantu” sebuah mikrofon, agar suaranya terdengar jelas oleh puluhan hadirin.
Mikrofon itu bukan milik Sukarno. Bukan pula milik pemerintah Jepang. Mikrofon tersebut adalah milik Gunawan, pemilik Radio Satrija yang tinggal di Jalan Salemba Tengah 24, Jakarta.
“Mikrofoon tersebut adalah hasil buatan sdr. Gunawan sendiri. Baik “corong”nya, maupun “stardard”-nya. Baik “Vesterker”nya, maupun “band”nya, juga dibuat dari “zilverpapier”, selubung rokok. Semuanya itu adalah hasil kecerdasan otak dan keterampilan tangan seorang Indonesia, yang bernama Gunawan itu, ” tulis Sudiro dalam buku Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945.
Sudiro bercerita, pada 17 Agustus pagi, ada 2 orang datang ke rumah Gunawan, yaitu Wilopo dan Nyonoprawoto, dengan menggunakan mobil. Mereka datang untuk meminjam mikrofon tapi tak menjelaskan untuk apa benda tersebut dipinjam.
Karena Wilopo dan Njonoprawoto tidak bisa memasang mikrofon sendiri, Gunawan meminta seorang anggota keluarganya, seorang pemuda yang juga cukup ahli untuk ikut ke Pegangsaan Timur.
“Baru di dalam mobil itulah, Sdr. Sunarto– demikianlah nama pemuda itu — diberi tahu bahwa mikrofoon itu akan diperlukan guna Proklamasi Kemerdekaan,” lanjut Sudiro yang saat itu adalah pemimpin Barisan Pelopor, organisai pemuda bentukan Jepang via Sukarno.
Mikrofon itu sempat dibawa Gunawan saat pindah ke Solo pada 1946. Tiga tahun kemudian, benda bersejarah itu kembali ikut saat Gunawan dan keluarganya kembali ke Jakarta.
Pada 1960, mikrofon itu diminta Sekjen Kementerian Penerangan Harjoto untuk disimpan di Monumen Nasional (Monas).