Upacara pernikahan merupakan sebuah momen yang besar bagi adat masyarakat Indonesia. Tak ayal akibat adat ini, terkadang si punya hajat sampai harus mengeluarkan banyak uang. Tak masalah, karena tujuannya adalah untuk melestarikan adat di mana hari ini hal tersebut sudah mulai tergilas pengaruh modernitas.
Tentang adat pernikahan, hampir semua daerah di Indonesia memilikinya, pun orang-orang Jawa. Mereka memiliki beragam adat pernikahan yang biasanya dilakukan sebelum menikah, khususnya bagi calon mempelai perempuan. Bagi kita yang melihat, mungkin prosesi adat tersebut nampak biasa, tapi jelas hal tersebut punya makna dan filosofi yang dalam.
Nah, berikut adalah deretan prosesi adat yang terjadi di pernikahan Jawa sekaligus makna filosofisnya. Bagi yang mau menikah sebentar lagi, wajib tahu nih!
Siraman
Upacara pertama yang dilakukan sebelum hari pernikahan adalah Siraman. Upacara yang dilakukan pada siang hari ini bertujuan supaya calon pengantin bersih dan suci menuju hari pernikahan. Dalam prosesi ini, kedua calon mempelai dimandikan dalam upacara yang berbeda di rumah masing-masing. Sebagian air dari mangkok siraman calon mempelai perempuan dioleskan ke kendi untuk dibawa ke upacara siraman calon mempelai laki-laki.
Sementara itu, calon mempelai perempuan akan dimandikan oleh tujuh orang atau lebih asalkan ganjil untuk menuangkan tiga gayung air bunga ke kepala dan badan pengantin. Selain dari ibu dan ayahnya, biasanya yang ikut memandikan calon pengantin ini adalah ibu-ibu yang terhormat dan dianggap memiliki akhlak mulia, tetapi bukan yang sudah bercerai, janda, yang belum mempunyai keturunan atau tidak mempunyai anak. Maksudnya adalah supaya pengantin diberi berkat mudah dan cepat punya anak seperti ibu-ibu ini.
Memotong Rambut
Upacara berikutnya adalah upacara memotong rambut yang melambangkan akhir dari masa anak-anak menuju masa permulaan kehidupan dewasa untuk kedua mempelai. Sedikit ujung rambut akan dipotong sebagai lambang untuk membuang sangkal atau kotoran dari masa kecil. Kotoran ini harus dipotong sebelum pernikahan supaya tidak ada lagi halangan di masa kehidupan baru bagi kedua mempelai.
Selain calon pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki juga akan melakukan prosesi ini. Rambut calon pengantin laki-laki dipotong dan dibawa ke rumah calon mempelai perempuan untuk sama-sama ditanam di kebun. Selanjutnya calon mempelai perempuan akan digendong masuk ke kamar oleh ayahnya sebagai lambang kasih sayang yang terakhir sebagai anak dan lambang sebagai ayah yang mengantarkan kehidupan mandiri bagi anak perempuannya yang akan menikah.
Pemecahan Kendi dan Penjualan Dawet
Setelah upacara siraman selesai dilaksanakan, ibu calon mempelai perempuan akan menjatuhkan dan memecahkan sebuah kendi. Prosesi ini merupakan simbol untuk calon pengantin yang dianggap sudah dewasa dan siap meninggalkan keluarga untuk memulai kehidupan rumah tangga sendiri tanpa tanggung jawab orang tua. Pecahan kendi tersebut selanjutnya akan digunakan dalam upacara menjual dawet.
Upacara menjual dawet dilakukan setelah calon mempelai perempuan masuk ke kamar untuk dirias. Dalam upacara ini, tamu akan membeli dawet yang dijual oleh ibu calon pengantin perempuan dengan menggunakan pecahan kendi sebagai uang. Pecahan kendi akan diberikan kepada ayah calon pengantin perempuan untuk dikumpulkan ke dalam kantong dan disimpan. Upacara penjualan dawet ini disimbolkan sebagai harapan nantinya kedua pengantin akan memiliki pendapatan rejeki yang banyak.
Malam Midodareni
Malam sebelum hari pernikahan dilaksanakan, merupakan momen terakhir bagi calon pengantin perempuan sebagai seorang gadis. Malam ini dianggap suci dalam adat pernikahan Jawa dan diberi nama Midodareni. Kata Midodareni berasal dari Bahasa Jawa ‘widodari’ yang artinya bidadari atau perempuan yang sangat cantik dari surga. Pada malam ini, calon pengantin perempuan dirias secantik mungkin di dalam kamar dan tidak boleh memakai perhiasan apapun kecuali cincin kawin.
Pada malam ini pula, calon mempelai perempuan dipingit tidak boleh keluar dari kamar dari jam 6 sore hingga jam 12 malam. Ia juga tidak boleh tidur di waktu ini. Malam Midodareni juga dimaksudkan untuk masa perkenalan dengan keluarga calon pengantin laki-laki dan untuk menerima nasihat tentang kehidupan rumah tangga sesudah menikah. Selama malam ini, calon pengantin perempuan diberi makanan oleh orang tuanya untuk terakhir kali.
Itulah tadi filosofi kenapa gadis Jawa banyak melakukan prosesi adat sebelum pernikahan.