Jangan terjebak jaminan langsung sembuh
Banyak masyarakat protes pengobatan atas nama simbol Islam dan metode yang tidak jelas asal muasalnya. Sehingga, perlu diketahui metode dan cara pengobatan yang sesuai serta disunnahkan oleh Rasulullah SAW.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnaen mengatakan pengobatan apa saja yang bentuknya dari ilmu tabib Cina, Arab, rukyah, maupun modern diperbolehkan asalkan meyakini kesembuhan berasal dari Allah SWT.
Sedangkan obat, teknik pengobatan, orang yang mengobati merupakan perantara saja. “Jika seseorang meyakini kesembuhan bukan selain Allah SWT maka dianggap syirik,” ujarnya.
Ustaz Tengku mewanti-wanti agar umat tetap berhati-hati memilih pengobatan. Masyarakat diimbau tidak lantas percaya dengan iming-iming sembuh seketika. Menurut Ustaz Tengku, itu merupakan kebohongan besar jika ada pengobatan yang langsung menjamin kesembuhan setelah berobat. “Kesembuhan merupakan hak Allah SWT,” ujarnya.
Begitu juga dengan pengobatan alternatif dengan memindahkan penyakit. Dalam pengobatan Rasul bahkan sejak Nabi Adam tidak pernah ditemui pengobatan memindahkan penyakit ke hewan, tumbuhan, maupun benda-benda lain. “Pengobatan tersebut merupakan kebohongan besar,” kata ustaz yang juga ahli thibbun nabawi ini.
Selain itu, orang yang mengobati juga harus berjiwa sosial. Niatnya harus tulus mengobati bukan mencari keuntungan. “Apalagi, sampai menagih biaya hingga puluhan juta,” ujarnya.
Rasulullah SAW sendiri mengajarkan banyak ilmu kesehatan dan pengobatan. Ustaz Tengku menjelaskan, umumnya penyakit bersumber dari perut sehingga kita harus menjaga kondisi lambung.
Lambung harus diisi seimbang antara makanan, air, dan udara. Satu saja tidak seimbang, pasti akan menimbulkan masalah hingga terserang penyakit. “Makanan jatahnya hanya sepertiga dari ruang lambung, sesuai kaidah Rasulullah,” katanya.
Rasulullah dalam menjaga kesehatan juga dengan menjaga makanannya. “Tidak pernah Rasul memakan makanan dengan menggabungkan karbohidrat dan protein hewani,” ujarnya.
Rasul juga berdiet dengan tidak pernah makan bersamaan daging dan susu. Jika Rasul memakan daging maka tidak minum susu begitu juga sebaliknya.
Selain itu, Rasul juga mengajarkan konsumsi madu untuk mengobati diare. Selain madu, obat yang digunakan rasul adalah habatussaudah. Habatussaudah merupakan lada hitam yang rasanya pahit untuk mengobati segala jenis penyakit yang saat ini telah kembali populer.
Tepung talbinah juga menjadi salah satu obat pada zaman Rasulullah. Tepung yang kembali popular ini berwarna merah keunguan dan sering dibuat bubur.
Siti Aisyah, kata Ustaz Tengku, selalu memasak tepung tersebut, terutama saat ada kematian yang terjadi di rumahnya. Tepung talbinah dapat mengobati penyakit liver dan membantu dalam mengurangi kesedihan. Saat ini, tepung itu masih dapat ditemukan di Afrika.
erkait bumbu makanan, Rasulullah menyunahkan menyediakan garam mentah pendamping makanan. Karena, garam yang dicampurkan dalam makanan yang dimasak kandungan yodiumnya akan hilang.
Ustaz Tengku menjelaskan bahwa Rasulullah pun melarang umat untuk menahan buang air kecil karena dapat menganggu kinerja ginjal. Untuk itu, aturan terminal buang air kecil sebenarnya telah dibuat.
“Saat kita berwudhu, biasanya kita akan masuk ke kamar mandi. Waktu-waktu berwudhu merupakan waktu yang telah diatur sebagai terminal buang air kecil,” ujarnya.
Selain itu, ada pengobatan yang disunahkan saat telah terkena penyakit. Berbekam merupakan teknik pengobatan dengan menyedot darah beku untuk melancarkan aliran darah.
Teknik bekam ini sebenarnya telah ada sejak zaman Nabi Ayub. Dahulu pengobatan dengan menyedot darah beku, yakni dengan sengatan lebah dan hisapan lintah.
Satu pengobatan yang kurang populer dan menurut Rasulullah umatnya tidak menggunakan, yaitu meletakkan sejenak besi panas pada telapak kaki yang disebut kai. “Besi panas ini yang disentuhkan pada kaki, dua hingga tiga detik akan terasa dikejutkan untuk memperlancar aliran darah,” katanya.
Pada zaman Rasul juga mengenal rukyah, pengobatan Nabi dengan cara membaca al-Fatihah di depan air dan disiramkan kepada orang yang sakit. Rukyah ini juga dapat dilakukan dengan membaca al-Fatihah serta mencampur tanah dan air liur dan dioleskan pada bagian yang sakit.
Pengobatan modern
Ustaz Tengku Zulkarnaen mengatakan bahwa pengobatan modern boleh digunakan dan tidak masalah. Rasulullah pun tidak menolak cara-cara modern.
Pengobatan modern diperbolehkan asalkan jelas garis halal dan haramnya. Seperti Rasul yang ditawari pengobatan dengan memakan hati kodok, tetapi menolaknya karena memakan kodok merupakan hal yang haram.
Begitu juga dengan pengobatan insulin untuk penyakit diabetes. Insulin diperbolehkan asalkan bersumber dari insulin sapi, bukan insulin dari hewan yang haram seperti babi.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zainal Abidin mengatakan, teknologi kedokteran semakin berkembang. Namun, sejauh ini teknologi kodekteran modern masih dalam koridor Islam sesuai Alquran dan sunah Nabi.
“Pada dasarnya pengobatan tersebut telah ada sejak zaman Nabi Muhammad, tetapi tidak persis sama karena terus berkembang selama tidak membuat orang menjadi syirik atau murtad maka pengobatan diperbolehkan,” ujarnya. Menurut Zaenal, bahan pengobatan yang digunakan pun tidak boleh melanggar ketentuan syariat Islam.
Teknologi kedokteran modern pun awalnya ditemukan oleh tokoh Islam, Ibnu Sina. Ia adalah tokoh kedokteran Muslim yang terkenal mengembangkan kedokteran modern.
Zaenal mengaku dalam kedokteran modern, sebuah pengobatan yang berbeda, misalkan pengobatan tradisional perlu diteliti bahan, alat, tujuan, dan dampak pengobatan tersebut secara ilmiah.
Seperti bekam, perlu diteliti sterilnya bahan, tujuan, dan alasan penggunaan pengobatan tersebut, kemudian disesuaikan dengan ilmu kedokteran modern. Karena, kedokteran modern bersumber dari standar pendidikan, baik kompetensi dokter maupun alat dan obat yang digunakan.
Sejak zaman Ibnu Sina, telah ada pendidikan untuk mencapai kompetensi seorang dokter meskipun belum semodern saat ini. Sehingga, Ibnu Sina pun secara tegas menolak adanya dokter-dokter palsu. “Ia membentuk Dewan Kedokteran untuk menertibkan dokter-dokter palsu,” kata Zaenal.
Ibnu Sina juga tidak menerima seseorang yang mengaku dapat menyembuhkan sebagai dokter, tetapi tidak memiliki dasar pengetahuan dan teknik kedokteran.