Tradisi yang jamak dilakukan ketika Lebaran adalah sungkeman. Yaitu mengunjungi orang tua dan orang yang lebih tua untuk meminta maaf dan bersilaturahim. Sungkeman punya makna untuk berbakti kepada orang tua dan orang yang lebih tua. Hal ini lebih banyak dijumpai di daerah-daerah yang dikategorikan daerah pedesaan dan semi pedesaan.
Sementara di daerah perkotaan tradisi seperti ini sudah hampir punah. Orang lebih suka menghabiskan jatah liburan lebaran untuk berlibur ke tempat-tempat wisata daripada berkunjung ke sanak-kerabat, teman-teman atau tetangga. Karena memang bagi mereka inilah kesempatan liburan panjang.
Kembali ke tradisi sungkeman. Entah sejak kapan tradisi ini ada, tradisi ini sudah berlaku dan konon katanya sudah dilakukan oleh kakek nenek moyang. Dan setiap tahun saya mengikuti tradisi ini pula meskipun hanya mengikut orangtua saja.
Dalam prosesi sungkeman terdapat pihak yang menghaturkan permohonan maaf dan doa (biasanya orang yang lebih muda), dan ada pula pihak yang memberikan maaf dan mendoakan (pihak yang lebih tua atau di-tua-kan). Selama bertahun-tahun memperhatikan orang-orang sungkeman saya hampir bisa hafal kata-kata yang diucapkan, sekalian belajar karena ada saat dimana saya harus mengucapkan kata tersebut.
Kata-kata ini boleh jadi berbeda antar daerah sesuai bahasa yang digunakan. Sementara yang memakai bahasa Jawa maka beginilah dialog sungkeman yang terjadi. sungkeman [diperankan oleh kakek dan cucunya]
Cucu: ”Matur dhumateng simbah, kawulo sowan mriki ingakng sepisan ngaturaken silaturahim, wondene ingkang kaping kalih ngaturaken sedoyo kalepatan kawulo dhumateng simbah soho kaluwarga nyuwun agungung pangaksami. Ingkang kaping tigo nyuwun tambah donga pagestunipun”
Kakek: “Tak tompo silaturahim sliramu. Semono ugo wong tuwa akeh dosa lan salahe karo sliramu. Mugo-mugo Alloh paring lebur ono ing dino riyoyo iki. Mugo-mugo sliramu diparingi tetep imane, tetep islame, iso entuk rejeki kang akeh, halal, barokah kanggo sangu ngibadah, lancar sakabehane enggal entuk jodho kang sholehah. “
Setelah itu ngobrol-ngobrol seperti biasa dan tema menyesuaikan selera dan kondisi masing-masing. Ada yang serius ada pula yang basa-basi. Kalau beruntung yang empunya rumah mempersilahkan makan. Dan untuk menghargai yang empunya rumah sebaiknya kita nglegani dengan makan walau hanya sedikit.
Dari pengalaman tak jarang ditemui orang-orang yang kesulitan menemukan kata-kata ketika sungkeman. Apalagi anak-anak muda sekarang yang lebih sok ke-Jakarta-an. Orang Jawa tapi tak tahu bahasa Jawa. Marilah kita lestarikan Bahasa Jawa dan sungkeman. Jangan sampai tradisi yang begitu elok-nya hilang tergerus waktu seiring jaman yang membentuk orang semakin egois dan hedonis.