AndaiKata.com – Berabad-abad setelah William Shakespeare mengajukan pertanyaan menggelitik, “apa itu cinta?”, para ilmuwan akhirnya menemukan alternatif jawaban: otak.
Beratnya hanya 1,4 kilogram, tapi mengandung lebih dari 100 miliar sel saraf. Ia mengatur gerak seluruh badan dan pemikiran kita, bahkan mampu mengontrol orang lain. Studi terakhir menyebut, otak sejatinya adalah “hati” kita, tempat segala perasaan berkecamuk, termasuk cinta.
Cinta berada dalam pikiran kita, sebuah emosi kompleks yang melibatkan 12 area spesifik otak — yang membentuk jaringan cinta.
Dua belas area spesifik itu dipersempit lagi menjadi beberapa bagian.
Pertama, sisi logis. Adalah area terluar otak yang membantu menentukan kesadaran, persepsi, nalar, dan penilaian. Dalam sebuah hubungan, wilayah ini salah satunya berfungsi menilai apakah pasangan adalah sosok yang melengkapi. Area tersebut juga membuat seseorang fokus ada satu orang dan mengabaikan yang lain. Juga membantu kita memahami niat pasangan.
Sementara itu, thalamus, masa abu-abu besar di sekitar ventrikel otak. Fungsinya mirip stasiun sentral, tempat impuls sensorik dan pergi dan menyatu. Menerima semua informasi dari indra. Thalamus adalah jendela bagi otak untuk melihat dunia.
Terkait itu, para ahli saraf sedang mempelajari otak untuk memahami secara lebih baik bagaimana jejaring cinta bisa membantu dokter, psikolog, dan terapis lain menemukan perawatan atau obat baru yang tepat bagi mereka yang menderita gangguan yang berkaitan dengan disfungsional hubungan, kecanduan cinta, kekurangan kasih sayang, cinta tak berbalas, penolakan, atau perasan kesepian akut.
Yang ketiga dari kategori jaringan cinta adalah sisi emosional. Jauh di dalam otak, satu set kompleks struktur di dalam dan di sekitar sistem limbik bertanggung jawab atas emosi kita. Area ini memainkan peran terhadap perasaan, bagaimana mengekspresikan apa yang kita rasakan. Juga membentuk penyimpanan kenangan buruk dan baik.
Tipe Cinta
Apakah cinta yang dirasakan bisa bermacam-macam jenisnya? Jawabannya, ya.
Dalam dekade terakhir, para ilmuwan melakukan penelitian neuroimaging pada cinta yang bergairah (antara pasangan yang dimadu kasih), cinta pertemanan, kasih sayang ibu, juga cinta tanpa syarat (mencintai orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun).
Studi-studi itu menunjukkan, daerah otak tertentu diaktifkan oleh berbagai jenis cinta yang berbeda.
Untuk seseorang yang tergila-gila dengan cinta, area otak yang berhubungan dengan kesenangan, keinginan mendapat balasan, dan euforia yang sangat aktif adalah yang paling terpengaruh.
Sementara, jatuh bangun cinta terjadi dalam tiga tahap: nafsu, daya tarik, dan ikatan emosional.
Selama masing-masih fase, bahan kimia berbeda dilepas dalam otak, yang menimbulkan sikap terbaik, juga terburuk dari seorang kekasih: obsesi, berharap, kecemasan, perhatian, bahkan agresi.
“Cinta yang romantis merupakan salah satu zat yang paling adiktif di muka bumi,” kata antropolog biologi, Helen Fisher dari Centre for Human Evolution Studies, Rutgers University, New Jersey, seperti dimuat Sydney Morning Herald
Dari Otak Turun ke Jantung
Apa yang terjadi pada otak, mempengaruhi kerja fisik. Urusan jantung — atau di Indonesia di mana simbol cinta disebut hati — dapat menghasilkan beberapa reaksi fisik cukup kuat.
Seperti dimuat News Net 5, sebuah studi dari Stanford University dan State University of New York menguak bahwa gairah cinta bisa mengaktifkan sistem penghargaan (reward) di otak yang mempengaruhi rasa sakit dan reaksi terhadap obat adiktif.
Sebaliknya, patah hati bisa menyakitkan. Hormon stres akan dilepaskan setelah putus cinta. Giliran bagian dari otak yang bertanggung jawab mengirimkan emosi dan rasa sakit, anterior cingulate cortex yang bekerja. Mengirimkan rasa sakit, stres juga membuat perut luar biasa bergolak, dan membuat jantung seakan berhenti. Meski yang sebenarnya terjadi, denyut jantung turun, hanya sementara.
@andaikatacom